Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Waktu Menunggu Pulangmu

Sepertinya aku sudah rela menghabiskan waktu menunggu pulangmu.  Tenang saja, akan ku sambut dengan teh hangat serta pertanyaan "mau makan apa malam ini?"  Disana, aku mohon dengan sangat, berkeluh kesahlah; untuk apa saja lelahmu berlalu? barangkali untuk caci maki pekerjaan yang berupa tuntutan, atau untuk beberapa anak kecil di lampu merah yang senyumnya mampir pada penglihatanmu ketika kau beli tissue jualannya. Aku tahu, kau senang bagian membantu dan menerima raut wajah penuh tulus itu.  Lagi, dan lagi, aku katakan; aku sudah rela menghabiskan waktu menunggu pulangmu. Sudah ku siapkan telinga untuk harimu yang penuh cerita, dengan sayur sop bakso dan telur puyuh kegemaranmu. Aku sudah hafal runtutannya, dua kali menyuap, satu kali cerita. Tentang vinyl incaranmu, tentang kecewamu dengan pertandingan bola malam kemarin, tentang harga tiket konser band favoritemu, dan tentang apapun itu, akan ku hadiahi kecupan disetiapnya. Nanti, dimalam yang sekiranya kau kehujanan, aka

Mungkin, Selesai.

Aku enggan menamai kita sebagai makna. Entah sudah berapa kali kalimat-kalimat sayang itu tidak lagi bernyawa. Entah sudah terasa apa genggaman tanganmu saat menemuiku ketika rindu. Jelas rasanya dingin sekali. Ingin menghangatkannya, tetapi dengen cara apa?  Sudah tidak mungkin dengan obrolan sederhana, awalnya kami terbentuk dari itu. Dari perbincangan-perbincangan tanpa kenal waktu, dari lelucon murahan dengan tawa yang menggairahkan.  Entah semua berubah sejak darimana. Seperti telapak tangan dibalikkan begitu saja. Dengan mudah-ia menghapus kita.  Bagian mana salahnya? setiapnya berjalan dengan benar. Beberapa kali rumit-rumit terselesaikan, beberapa terjal mampu kami lewati, walau dengan berat hati harus melangkah sendiri.  Jelasmu selalu abu-abu. Tidak ada selesai, sebenarnya. Hanya masing-masing dari kita enggan menatap lebih lama. Sebab dimatanya, aku seperti api yang membuatnya panas berkali-kali. Sebab dimataku, kisah kami seperti sinema televisi dengan pemeran utama yang se

Mei di Cikini

Seperti sabtu yang jarang ku lewati Bangun tidak terlalu pagi, tetapi tetap ingat teriakan mama dipintu rumah, disambutnya aku dengan nasi goreng merah Stasiun Citayam setia menjadi tempat bertumbuh - untuk debar dan degupku Kali ini tidak terlalu berbunga, hanya belum mekar sempurna Mei di Cikini Taman Ismail Marzuki dengan revitalisasi Ruang publik menyenangkan untuk aku dan ia yang sedaritadi merangkul bahuku Isi perut pertama kami es kopi susu M di Toko Kopian, roti bakar cokelat krenyes dan blueberry seperti rasa pisang Aneh-aneh saja komentarnya, bagian mana pisangnya?  Ditanya lagi "bagian mana tempat untuk akunya?" Tentu belum ada jawaban, masih samar bentuknya Dalam hati "kalau sudah siap, tentu disatu tempat yang dalam sekali"  Medan lebih lama terbenam, satu jam lebih panas dari Jakarta Keluhan pekerjaan, rekan kantor yang tidak begitu asyik, seputar itu isi kepalanya Dua puluh tujuh tetapi disana seperti anak kecil yang lari terpuruk dan tentu butuh pelu