Mei di Cikini

Seperti sabtu yang jarang ku lewati
Bangun tidak terlalu pagi, tetapi tetap ingat teriakan mama dipintu rumah, disambutnya aku dengan nasi goreng merah
Stasiun Citayam setia menjadi tempat bertumbuh - untuk debar dan degupku
Kali ini tidak terlalu berbunga, hanya belum mekar sempurna
Mei di Cikini
Taman Ismail Marzuki dengan revitalisasi
Ruang publik menyenangkan untuk aku dan ia yang sedaritadi merangkul bahuku
Isi perut pertama kami es kopi susu M di Toko Kopian, roti bakar cokelat krenyes dan blueberry seperti rasa pisang
Aneh-aneh saja komentarnya, bagian mana pisangnya? 
Ditanya lagi "bagian mana tempat untuk akunya?"
Tentu belum ada jawaban, masih samar bentuknya
Dalam hati "kalau sudah siap, tentu disatu tempat yang dalam sekali" 
Medan lebih lama terbenam, satu jam lebih panas dari Jakarta
Keluhan pekerjaan, rekan kantor yang tidak begitu asyik, seputar itu isi kepalanya
Dua puluh tujuh tetapi disana seperti anak kecil yang lari terpuruk dan tentu butuh peluk
Piatu menjadikannya sebatang kara atas apa-apa berbentuk cinta kasih ibu peri
Selalu berbicara tentang nanti kita seperti ini, seperti keluarga baru dengan ia kepalanya
Jawabanku masih diam, sebab ada kalut yang mendalam
Diakhir minggu selalu membujukku pergi, dari angkringan favoritnya dengan sambal yang nikmat, atau setiap tempat kopi yang ia tahu suasana dan interior kegemaranku
Tetapi kali ini bakso sebagai makan siang, dan es goyang penutupnya
Sangat kontras untuk panas jalan raya
Sampai disuapan terakhir, belum juga bergetar di dada
Aku menatapnya lama, belum menemukan juga, di mana bahagiaku ketika bersamanya?
Jawabannya bukan di ia
Tetapi, dihatiku, tempat yang belum rela merawat luka baru.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Menunggu Pulangmu

Selamat datang, mahasiswa baru.